Kamis, 24 Februari 2011

Waspadai Bakteri Susu Formula,

PARA peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi "Enterobacter sakazakii" atau E. Sakazakii.

Berdasarkan pengujian pada bayi mencit (tikus percobaan), kontaminasi oleh E. Sakazakii yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dapat menyebabkan enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak).

Hal ini tentunya harus dipahami dengan baik. Penelitian tersebut telah meresahkan orang tua khususnya kalangan ibu-ibu. Maklum, tingkat konsumsi susu formula sebagai asupan gizi utama bayi dan juga anak-anak di Indonesia cukup tinggi.

Oleh karena itu, Prof Dr Veni Hadju, M.Sc., Ph.D, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKm) Unhas kepada FAJAR, Kamis malam tadi mengatakan, sejatinya makanan utama bayi dalam masa pertumbuhan haruslah ASI di fase dua tahun pertama kehidupannya. "Makanan terbaik pasti ASI, pemberian susu formula itu pilihan terakhir," kata Veni.

Hal ini harus diterapkan ibu di awal masa pertumbuhan anaknya, yakni sejak lahir hingga usia dua tahun. Bila pun ada masalah atau kondisi yang mengharuskan ibu tidak memberi ASI eksklusif selama dua tahun, maka setidaknya sang buah hati mendapatkan ASI sekurang-kurangnya enam bulan.

"Sebenarnya, normalnya selama enam bulan pertama, bayi hanya menerima ASI saja. Untuk daya tahan tubuh dan pertumbuhan otak sang bayi ke depan," tutur Prof Veni menambahkan.

Susu formula, kata Prof Veni lebih lanjut bukanlah pilihan untuk mengatasi persoalan seorang ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif. Sebab menurut dia, masalah ASI hanya satu dari 1000 ibu. Artinya, sangat sedikit ibu yang mengalami gangguan menyusui.

"Kalaupun ada itu hanya karena kemauan ibu yang memang kurang, bisa juga karena pengetahuan yang rendah," kata Veni.

Ketika fase dua tahun selesai, maka makanan pendamping yang baik bagi kesehatan sang bayi di bawah lima tahun (balita) adalah makanan alami yang diolah secara alami dan memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang cukup bagi tubuh. Salah satu contoh konkret kata Veni adalah pisang yang dilumatkan. "Bisa juga makanan lain yang lembut dan aman untuk lambung bayi," kata Veni.

Apa yang diungkapkan Prof Veni Hadju juga senada dengan yang diungkapkan Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih dalam konferensi persnya di Gedung Kemenkominfo Jakarta, Kamis pagi kemarin.

"Kami tidak menganjurkan bayi kurang dari enam bulan minum susu formula. Harus disusui eksklusif dan diteruskan sampai dua tahun dengan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu)," kata dia dalam konferensi pers.

Akan tetapi, untuk bayi yang terpaksa mendapatkan susu formula perlu diperhatikan cara penyiapan susus formula yang aman. "Bakteri ini mudah mati dalam suhu 70 derajat selama 15 detik. Oleh karena itu, kebersihan alat makan harus diperhatikan," kata Veni.

Bakteri sakazakii yang patogen bisa menyebabkan diare atau meningitis pada bayi. Namun, kejadian infeksi ini menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) sangat jarang. Dari tahun 1961 sampai 2003, hanya ditemukan kasus 48 bayi yang terinfeksi bakteri ini. "Di indonesia sampai sekarang belum ada yang dilaporkan," kata Veni.


Sumber :
Fajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar